Kupang, Kriminal.co – Aktivis anti korupsi mendesak Jaksa Agung, ST Burhanuddin agar mencopot Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Lembata, Azrizal, SH., MH, karena dinilai gagal total menuntaskan kasus dugaan korupsi mafia tanah Merdeka, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata.
Alasannya, setelah sekian lama dan berlarut-larut penyidikan (Dik) kasus tidak berujung penetapan tersangka, malah dihentikan. Ini menimbulkan tanda tanya besar.
Koordinator Umum Amppera Kupang, Emanuel Boli kepada wartawan, Selasa (26/04/2022) mengaku bahwa AMPPERA menduga oknum jaksa “Main mata” dengan pihak terduga dalam kasus Mafia Tanah Merdeka.
” Ada dugaan permainan yang terencana, masif, dan sistematis, sehingga kasus itu dihentikan tanpa ada penjelasan yang komprehensif dari jaksa,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, alumni Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi – Komisi Pemberantasan Korupsi (AJLK KPK 2021) bahkan meminta penyidik Kejaksaan Agung untuk mengambil alih kasus tersebut dengan harapan ada kepastian hukum yang berkeadilan.
Padahal, Kajari Lembata sebelumnya telah mengantongi sejumlah nama-nama yang bakal ditetapkan sebagai tersangka.
Bahkan, penyidik sudah memeriksa sejumlah pihak seperti Kepala Desa Merdeka, Petrus Puan Wahon, investor lokal Ben Lelaona, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kanis Making, Bupati Lembata Thomas Ola Langoday dan Sekda Lembata Paskalis Ola Tapobali. Semuanya masih diperiksa sebagai saksi.
Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri Lembata tengah memproses kasus perkara dugaan korupsi mafia tanah di Desa Merdeka, Kecamatan Lebatukan dengan estimasi kerugian negara sebesar Rp. 1 miliar.
Tanah seluas 5 hektare lebih yang selama ini dikuasai pemerintah desa diduga telah dihibahkan kepada Benediktus Lelaona alias Ben Tenti, yang menyebut dirinya pengusaha muda Lembata (PK).
Proses hibah itu tertuang dalam surat hibah tertanggal 26 September 2018 yang ditandatangani pengusaha muda Lembata itu bersama Kades Merdeka, Petrus Puan Wahon.
Pengusaha muda Lembata, katanya sudah membayar Rp. 200 juta lebih tapi tidak dijadikan sebagai pendapatan desa namun diduga dinikmati oknum tertentu.(che)