Home Kota Kupang Jaksa Dinilai Keliru, Mikael Feka : Mustahil Jika Kasus Suap Hanya Satu...

Jaksa Dinilai Keliru, Mikael Feka : Mustahil Jika Kasus Suap Hanya Satu Orang

306
0
SHARE

Kupang, Kriminal.co – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, dalam putusannya untuk terdakwa kasus dugaan korupsi Kepala Dinas PUPR Kota Kupang, Benyamin H. Ndapamerang memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati NTT agar segera menetapkan tiga orang sebagai tersangka baru dalam kasus itu.

Tiga orang tersebut berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang untuk terdakwa beberapa waktu lalu diantaranya Ketua REI NTT, Bobby Pitoby, Frits Besi dan Manota Laia selaku anggota REI NTT.

Namun, hingga saat ini terhitung majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang membacakan putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT tidak melaksanakan perintah hakim tersebut.

Ahli hukum pidana pada Universitas Katholik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Mikael Feka yang dimintai tanggapannya, Rabu (30/11/2022) menegaskan bahwa JPU Kejati NTT tidak memiliki alasan hukum untuk tidak melaksanakan perintah majelis hakim yang dituangkan dalam putusan.

Namun, katanya, JPU Kejati NTT beralasan menunggu putusan itu berkekuatan hukum tetap maka JPU Kejati NTT telah keliru dalam menentukan sikap dalam menanggapi perintah majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang yang dituangkan dalam putusan.

“Jika jaksa beralasan menunggu putusan incrah maka ini yang keliru. Jaksa yang membawa perkara ini ke pengadilan dan ketika ada perintah pengadilan maka tidak perlu menunggu incrah karena adanya suatu perbuatan yang dilakukan oleh saksi yang menurut penilaian majelis ada terlibat dalam kasus tersebut,” tegas Mikael.

Menurut Mikael, semuanya telah tertuang dalam putusan yang menjadi fakta sidang, sehingga untuk menetapkan tersangka maka segera dilakukan dan harus ditetapkan tanpa menunggu incrah. Terkait terbukti atau tidak nanti di pengadilan lagi yang menilai.

Ditambahkan Mikael, dalam persidangan majelis hakim paling berwenang untuk menilai fakta hukum dalam persidangan. Jika dalam persidangan ditemukan adanya bukti yang cukup adanya keterlibatan pihak lain termasuk saksi yang diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut maka putusan hakim tersebut telah memenuhi keadilan substantif.

Dalam perkara korupsi suap, kata dia, sangatlah mustahil jika penerima suapnya sendiri dihukum namun pemberi suapnya tidak dihukum. Peristiwa ini dinamakan jaksa tebang pilih dalam penegakan hukum. Layaknya dalam kasus suap pemberi dan penerima harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

Sehingga, lanjutnya, putusan majelis hakim yang memerintahkan kepada JPU menyeret ketiga saksi atau ditetapkan sebagai tersangka sangatlah tepat dan yang namanya putusan atau perintah pengadilan harus dan wajib dilaksanakan.

Masih menurutnya, didalam KUHAP Pasal 174 hakim diberikan kewenangan langsung untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tetapi khusus kepada saksi yang memberi keterangan palsu setelah diperingatkan oleh hakim. Hukum pidana bukanlah sekedar mencari keadilan formal tetapi keadilan materil sehingga fakta persidangan menunjuk adanya bukti yang cukup untuk ketiga saksi ditetapkan sebagai tersangka adalah hal yang wajar dan sesuai dengan prinsip hukum seseorang dipidana karena ada kesalahan.

“Oleh karena sudah ada perintah majelis hakim yang tertuang dalam putusan mau tidak mau harus segera dilakukan pelaksanaan terhadap putusan tersebut,” ujar Mikael.

“Pada intinya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT harus segera melaksanakan perintah hakim berdasarkan putusan yang telah dibacakan dalam persidangan,” tutup Mikael.(che)

Komentar Anda?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here