Larantuka, Kriminal.co – Untuk kedua kalinya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Flores Timur (Flotim) kembali mewujudkan keadilan restorative justice (RJ) dalam kasus dugaan tindak pidana.
Kali ini, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Flores Timur, Bayu Setyo Pratomo, S.H.,M.H. bersama Kepala Seksi Tindak Pidana Umum I Nyoman Sukrawan, S.H.,M.H. dan Jaksa Penuntut Umum pada Kejari Kabupaten Flotim selaku fasilitator mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif (Restorative Justice) melalui ekspose perkara secara Virtual dihadapan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), Dr. Fadil Zumhana, S.H.,M.H bersama Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT), Hutama Wisnu,
S.H.,M.H terhadap perkara Tindak Pidana Penganiayaan dengan tersangka Egenesius Suban Aran Alias Egi yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Kajari Kabupaten Flotim, Bayu Setyo Pratomo melalui Kasi Pidum, I Nyoman Sukrawan kepada wartawan, Selasa (19/04/2022) menjelaskan Kejari Kabupaten Flotim pada Rabu 06 April 2022 lalu, telah menerimaTahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) dari pihak penyidik Polres Flores Timur, dan kemudian Kejaksaan Negeri Flores Timur mengupayakan perdamaian melalui Restoratif Justice dan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dan berdasarkan hati nurani.
Menurut Sukrawan, dalam proses perdamaian fasilitator yang ditunjuk oleh Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur Kasi Pidum I Nyoman Sukrawan, S.H.,M.H. dengan surat Printah (RJ-1) Nomor : 02/N.3.16/Eoh.2/04/2022 tanggal 08 April 2022, sehingga terwujudnya perdamaian pada, Jumat 08 April 2022 antara kedua Korban dan tersangka yang disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat, penyidik Polres Flotim, keluarga Korban dan tersangka.
Dalam RJ tersebut, katanya, tersangka dan kedua korban menyetujui upaya perdamaian dan proses perdamaian yang ditawarkan penuntut Umum/ Fasilitator, kepada kedua korban dan tersangka sepakat untuk berdamai Tanpa Syarat pada hari Jumat 08 April 2022 bertempat di Kantor Kejaksaan Negeri Flores Timur.
Ditegaskan Sukrawan, adapun syarat penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif karena terpenuhi syarat – syarat seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2. 500.000,00 dan tingkat ketercelaan.
Menurut Kasi Pidum, kesepakatan perdamaian yang telah disepakti oleh kedua korban dan tersangka antara lain tersangka (pihak I) telah meminta maaf kepada kedua korban dan telah mengakui serta merasa bersalah atas perbuatannya kepada Korban dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dimasa yang akan datang yang telah diucapkan tersangka.
“Syaratnya yakni ada kata perdamaian yang disepakati oleh korban dan tersangka. Serta tersangka mengakui kesalahannya serta tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari,” ujarnya.
Ditambahkan Sukrawan, dihadapan kedua korban dan di depan para pihak, kemudian korban (pihak II) telah memaafkan tersangka (pihak I). Antara kedua korban dan tersangka sepakat menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan melalui jalur non litigasi atau dengan pendekatan keadilan restorative justice tanpa ada unsur paksaan atau tekanan dari pihak manapun dan kedua korban tidak keberatan apabila perkara ini dihentikan pada Tahap Penuntutan.
Masih menurut Sukrawan, adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ini diberikan antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, Pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari 5 (lima) tahun, telah ada kesepakatan perdamaian antara Tersangka dengan korban, Jaksa sebagai Fasilitator mencoba mendamaikan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat sehingga korban merasa tidak keberatan lagi dan korban sudah memaafkan tersangka dan masyarakat merespon positif.
Untuk itu, katanya, Kajari Kabupaten Flores Timur selanjutnya menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Nomor : 02/N.3.16/Eoh.2/04/2022 Tanggal 19 April 2022 berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, berdasarkan Peraturan Jaksa Aung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.(che)