Kupang, Kriminal.co – Sebanyak dua orang terpidana kasus korupsi pembangunan 7 paket pekerjaan jalan di wilayah perbatasan Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU) dilepas pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) TTU untuk berkeliaran pada hal, proses hukum terhadap keduanya sudah mendapat putusan tetap dari Mahkama Agung (MA).
Putus tersebut diketahui sudah ada sejak lama usai dilakukan banding oleh tersangka atas putusan pengadilan tinggi dan MA menguatkan putusan pengadilan sebelumnya atas tindakan korupsi Dana Alokasi Kusus (DAK) Tahun 2013.
Terhadap tindakan yang dipertontonkan oleh penegak hukum di TTU itu, Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan (Garda) TTU mendatanggi Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT untuk mendesak agar para terpidana ditangkap dan dijebloskan ke penjara sesuai dengan putusan kasasi.
Selai itu, ormas asal TTU ini meminta Kejati untuk menyelidiki kembali para pihak yang terlibat dalam kasus tersebut karena diduga ada keterlibatan banyak pihak.
“Terdapat 7 paket pekerjaan jalan yang dikerjakan di daerah perbatasan yang masuk dalam wilayah TTU namun hanya 3 paket pekerjaan yang dikerjakan sehingga Jaksa telah melakukan proses hukum terhadap dua orang yakni Wili Sonbai dan Feri Lopes selaku Kontraktor dan Panitia lelang,” ujar Ketua Garda TTU, Paulus Bau Modok kepada wartawan menyerahkan berkas pengaduan kepada Kejati NTT, Kamis (16/01/2020).
Ditambahkan bahwa, kedua terpidana tersebut juga mendapat putusan tetap dari MA atas upaya kasasi setelah menerima putusan tetap pada pengadilan tingkat pertama dan kedua. Namun jaksa dan pengadilan tak kunjung mengeksekusi putusan kasasi itu.
“Putusan kasasi sudah turun satu tahun lalu namun terpidana dibiarkan berkeliaran di TTU. Apakah keduanya kebal hukum atau ada konspirasi yang dibangun sehingga terpidana dibiarkan berkeliaran,” tandasnya.
Sebagai ketua Garda TTU ia berharap kepada Kejati untuk mengambil sikap secapatnya karena putusan yang dijatukan di MA yang menguatkan putusan banding di pengadilan.
“Putusan kasasi itu bersifat perintah maka seharusnya terpidana sudah dijebloskan ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya. Masa pencuri ayam, langsung dipenjara tapi pelaku korupsi dibiarkan,” tuturnya.
Dikatakan pada saat mengerjakan 7 paket proyek tersebut, Sekda TTU saat ini masih menjabat sebagai Kepala Perbatasan sehingga proses hukum ini adil tentu dirinya juga terlibat karena dirinya sebagai pengguna anggaran.
“Temuan korupsi itu sesuai dengan perhitugan kerugian negara dari BPKP jadi penegakan hukum jangan tebang pilih. Kejati harus ambil alih kasus korupsi di TTU karena Kejari TTU tidak bisa diharapkan,” ujarnya.
Sementara Sekretaris Garda TTU, Welhelmus Oki menambahkan kasus tersebut telah terbukti secara hukum karena tiga paket pekerjaan yang dikerjakan sudah mendapat putusan tetap mulai dari MA namun terpidana tersebut dibiarkan berkeliaran bebas.
“Ini menunjukan suatu kinerja yang buruk. Saking buruknya, Kejari TTU dan pengadilan tidak bisah eksekusi putusan lembaga tertinggi MA,” ujarnya.
Menyangkut kasus ini, masih menyisahkan 4 paket jalan yang hingga saat ini belum dibangun dan proses hukumnua tidak jelas.
“Kami minta Kejati mengunakan hati nuraninya dalam memproses kasus ini karena kami sebagai masyarakat biasa sudah tidak sanggup hadapi para mafia korupsi dan proses hukum pihak yang terlibat sebagai Sekda dan lain-lainnya,” imbuhnya.
“Yang terjerat hanya kontraktor dengan panitia lelang sedangkan lainnya cuci tangan, lalu penegakan hukum yang berlandaskan keadilan di republik ini dimana. Kejari memiliki kepentingan tertentu terhadap para pelaku korupsi.” tambahnya.
Daerah perbatasan mesti menjadi teras dan corong bagi NKRI namun saat ini di daerah perbatasan seperti TTU saat ini, Ia menilai bahwa du TTU dipenuhi dengan sampah-sampah.
“Artinya penegak hukum yang dipindahkan dari daerah lain ke wilaya perbatas merupakan mereka yang terbuang karena tidak memiliki kemampuan sehingga berdampak pada penilaian yang buruk dari negara tetangga,” tutupnya.(che/RR.com)